Gunung
Fafinesu merupakan salah satu gunung berpotensi dari sekian gunung lainnya di
Kabupaten Timor Tengah Utara. Secara geografis gunung ini Terletak di Kabupaten
TTU Kecamatan Insana Fafinesu dengan bentangan posisi berada di enam wilayah
administratif, yaitu wilayah desa Fafinesu, Fafinesu A, Fafinesu B, Fafinesu C,
Banuan dan desa Oenain. Letak astronomisnya adalah antara 9°37′ LS dan 124°56′ BT. Gunung Fafinesu terdiri dari dua bagian
puncak yaitu Fatu Atoni dan Fatu Bifel. Puncak yang paling tinggi oleh
masyarakat setempat menamainya dalam bahasa dawan Fatu Atoni yang artinya Batu Laki-laki. Dinamakan Batu Laki-laki
karena mata air yang dihasilkan oleh gunung ataupun batu ini menyerupai seorang
laki-laki yang membuang air kecil. Ada dua mata air utama dari fatu atoni ini
yaitu mata air oe kia yang menghadap
ke arah timur, dan mata air oe saina menghadap
ke utara. sedangakan puncak terendah
dinamakan Fatu Bifel yang berarti
Batu Wanita, dinamakan Batu Wanita dikarenakan mata airnya menyerupai seorang
wanita yang membuang air kecil dan menghasilkan banyak air dimana mata air ini
disebut oe tasi naek.
Gunung Fafinesu
adalah gunung jenis stratovolcano pasif yang berada di antara enam wilayah
pedesaan. Kawasan ini berada di dataran yang tinggi. selain keindahan panorama
alamnya, ke enam desa ini juga kaya akan budayanya. Inilah yang menjadi daya
tarik tersendiri bagi masyarakat setempat, maupun masyarakat pendatang. Kata “Fafinesu” berasal dari
bahasa Dawan yang terdiri dari dua kata yaitu Fafi dan Nesu. Fafi berarti
Babi, Nesu berarti pintu, jadi Fafinesu berarti Pintu Babi. Mungkin inilah
beberapa kata yang terlintas dalam pikiran kita, dan tentunya kita
bertanya-tanya mengapa sampai dinamakan gunung fafinesu. Kata-kata itu seolah
memiliki daya magnet tersendiri bagi pendengarnya yang tidak hanya terbatas
pada masyarakat setempat maupun masyarakat pendatang.
Legenda Gunung
Fafinesu dalam cerita masyarakat setempat, diceritakan bahwa pada jaman dulu
raja Liurai dari Lakaan dan raja Sonbai dari Mutis Babnain datang mengunjungi
raja Insana (raja Usfinit), raja liurai dan Sonbai melihat gunung Fafinesu dan
tertarik akan keindahan panoramanya. Kedua raja ini lalu bertanya pada raja
Usfinit untuk memastikan apakah ada penghuni di atas gunung fafinesu, raja
Usfinit mengatakan bahwa ada penghuni di atas gunung fafinesu. Lalu ketiga raja
itu pergi ke puncak gunung fafinesu untuk menemui penghuni gunung tersebut.
Disana tinggallah seorang kakek yang miskin bernama Nai Mol Tote bersama adiknya Bantanu.
Nai Mol Tote dan adiknya menyambut ketiga raja ini kemudian mempersilahkan
duduk di gubuk milik sang kakek. Sang kakek kebingungan sambil memikirkan apa
yang harus ia berikan pada ketiga raja sementara ia tidak memiliki harta benda
apapun. Lalu Nai Mol Tote menyuruh Bantanu adiknya untuk memanggil fafi (babi), sekejap mata batu-batu yang
ada di depan pintu gubuk berubah menjadi babi. Bantanu menangkap babi-babi
tersebut untuk dijadikan santapan daging mereka bersama ketiga rajanya itu. Sedangkan
santapan nasinya adalah dua butir beras berwarna merah dan putih. Dua butir
beras itu lalu dimasak dalam buin (periuk
yang terbuat dari tanah liat). Setelah masak periuk yang tadinya berisi dua butir
beras itu terisi penuh dengan nasi. Mereka makan nasi dan daging itu, alhasil
mereka sangat puas. Lalu raja-raja itu mengatakan ke seluruh masyarakat agar bersorak-sorai malam itu sambil meneriakan
kata ”fafinesu,fafinesu,fafinesu” hingga sinar pagi muncul di ufuk timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar